Catatan Perjalanan :

Keliling Setengah Amerika

 

12.   Naik Kereta Bawah Tanah Menjelang Tengah Malam

 

Dalam perjalanan pulang dari menyaksikan pesta kembang api, kami lalu menuju ke stasiun kereta bawah tanah. Kebetulan lokasinya tidak terlalu jauh, masih mudah dicapai dengan berjalan kaki. Tiba di stasiun, hari sudah menunjukkan lebih jam 10 malam. Stasiun sedang tidak terlalu ramai, sehingga kami dapat langsung menuju ke mesin penjual karcis. Dengan menyelipkan uang ke dalam slot mesin, pencet tombol untuk memilih jenis karcis, lalu karcis pun keluar. Uang kembalian juga akan diberikan oleh mesin itu, jika memang ada sisa.

 

Sangat praktis dan mudah. Hanya tentunya bagi yang baru pertama kali menggunakan jasa metro ini, perlu terlebih dahulu membaca tata caranya sebelum berurusan dengan mesin penjual karcis. Untung kami pergi bersama Mas Supeno yang tentunya sudah paham betul. Jadi sementara menunggu Mas Supeno membeli karcis, saya membaca-baca tata caranya, sekedar ingin tahu.

 

Ada beberapa macam jenis karcis dan yang paling umum digunakan adalah yang disebut dengan Metrorail farecard, yaitu semacam kartu yang dilengkapi garis magnetik seperti kartu kredit. Selain itu ada Metrocheck card, SmarTrip card dan Metrorail pass. Selain membelinya melalui mesin di stasiun-stasiun, kartu ini juga dijual di tempat-tempat umum seperti halnya kartu tilpun, dan juga dapat dipesan secara on-line melalui media internet.

 

Harga karcisnya ada beberapa macam mulai yang $1.10 hingga yang maksimum $3.25 tergantung dari jarak tempuhnya. Ada karcis dengan tarip biasa (regular fare) yang berlaku di saat-saat jam sibuk pagi dan sore, dan ada tarip hemat (reduced fare) yang berlaku di luar jam-jam sibuk. Harganya sama, tetapi tarip hemat dapat digunakan untuk menjalani jarak tempuh yang lebih panjang.

 

Selain menggunakan uang tunai, pembelian juga dapat dilakukan menggunakan kartu kredit. Bahkan bagi pemegang SmarTrip card yang nilai karcisnya sudah habis, mesin ini juga melayani pengisian atau penambahan nilai karcis agar dapat digunakan lebih lama.   

 

Setelah kami masing-masing memegang karcis, kami lalu menuju ke pintu gerbang untuk masuk peron stasiun. Karcis tinggal diselipkan ke slot-nya, lalu diambil lagi dan palang pintu membuka. Kemudian kami turun melalui tangga berjalan yang panjangnya sekitar 70 meter menuju peron stasiun yang (tentu saja) menuju ke lokasi di bawah tanah. Stasiun Wheaton ini mempunyai tangga berjalan yang paling panjang dibandingkan dengan stasiun-stasiun lainnya. Kini tinggal menunggu kereta datang dan lalu naik ke jurusan yang hendak dituju.

 

Aturan penggunaan karcis yang sama ada pada saat hendak keluar dari stasiun. Selipkan kartu dan lalu akan tercetak angka yang menunjukkan nilai sisa karcis tersebut, tergantung pada penggunaan jarak tempuhnya. Jika ternyata nilai karcisnya kurang, maka palang pintu tidak akan membuka, dan penumpang tersebut dipersilakan menuju ke mesin penjual karcis untuk keluar (Exitfare machine) guna menambahkan kekurangannya.

 

Saya tidak tahu, apa yang harus dilakukan kalau seandainya sang penumpang benar-benar tidak punya uang lagi. Saya tidak mau menanyakannya, karena takut kalau jawabannya adalah : “Ya jangan naik kereta bawah tanah”. Pertanyaan menggelitik yang sama : bagaimana jika ada penumpang yang uangnya kurang lalu nekad menerobos palang pintu dan lari? Ya, paling-paling dikejar petugas. Lha tapi nyatanya tidak terlihat banyak petugas stasiun di sana. Artinya kemungkinan pelanggaran semacam itu relatif tidak banyak terjadi.

 

Jadi, agaknya memang kemoderenan hanya cocok diterapkan bagi masyarakat yang sudah memiliki kesadaran tinggi bahwa semua kemudahan akibat kemajuan teknologi itu disediakan sebagai bagian dari milik masyarakat sendiri. Bukan semata-mata milik pemerintah, dan yang lebih penting adalah masyarakatnya percaya bahwa itu juga bukan semata-mata untuk kepentingan PT ini atau PT itu.   

 

Malam itu, karena tujuannya hanya sekedar ingin merasakan naik metro, maka begitu datang kereta pertama yang menuju utara dari stasiun Wheaton, kami langsung naik saja. Hanya beberapa menit metrorail yang berjalan dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam segera tiba di stasiun Glenmont. Kami lalu turun dan pindah ke jalur yang kembali ke selatan. Naik kereta lagi menuju Wheaton tapi tidak langsung turun, melainkan dilebihkan hingga tiba di stasiun berikutnya yang agak ke selatan, yaitu Forest Glen.

 

Forest Glen adalah stasiun yang lokasinya paling dalam, yaitu 60 meter di bawah permukaan tanah. Dari Forest Glen kami pindah kereta lagi menuju utara untuk kembali ke stasiun Wheaton. Cukup kira-kira setengah jam untuk menjawab rasa ingin tahu anak-anak naik kereta bawah tanah. Barulah anak-anak merasa lega, dan kami pun lalu pulang berjalan kaki.

 

***

 

Jasa layanan angkutan umum kereta bawah tanah (yang juga mencakup sistem transportasi bis) ini dikelola oleh The Washington Metropolitan Area Transit Authority (WMATA). Pekerjaan konstruksi pertamanya dilakukan pada tahun 1969, dan secara resmi kereta bawah tanah mulai beroperasi tahun 1976.

 

Sistem trasportasi rel bawah tanah ini menghubungkan 78 stasiun, melayani rute sepanjang 154 km menjangkau wilayah Washington DC dan beberapa wilayah penyangga di sekitarnya yang berada di negara bagian Maryland dan Virginia. Diperkirakan jasa layanan metrorail maupun metrobus ini melayani sekitar 3,4 juta masyarakat pengguna jasa transportasi umum, baik karyawan, siswa sekolah maupun masyarakat umum lainnya.

 

Seperti halnya untuk kereta bawah tanah, karcis farecard juga disediakan untuk transportasi bis maupun gabungan atau sambungan antara kereta dan bis. Karena itu, berwisata di kota Washington DC menggunakan jasa kereta bawah tanah dapat menjadi daya tarik tersendiri. Selain bebas dari kemacetan, relatif murah, juga mudah jika harus menggunakan bis untuk berpindah (transfer) dari satu lokasi ke lokasi lainnya. 

 

Sejak pertama kali masuk stasiun hingga naik-turun kereta dan keluar dari stasiun lagi, tidak terlihat banyak petugas stasiun di sana. Hanya tampak beberapa orang saja, itupun hanya sekedar mengawasi dan membantu kalau-kalau ada penumpang yang perlu bantuan. Sepanjang dapat dan sempat membaca tulisan rambu-rambu petunjuk, rasanya tidak akan kesulitan. Serba mudah, praktis dan tertib. Lalu….., kapan ya kira-kira kita akan memilikinya. (Bersambung)

 

 

Yusuf Iskandar

 

[Sebelumnya][Kembali][Berikutnya]